SIMBOL DAN ARSITEKTUR
Isu simbol
Karya arsitektur merupakan suatu cipta manusia dari suatu kebutuhan ruang untuk mewadahi aktivitas dalam kehidupan. Sehingga tiap perubahan dalam tatanan masyarakat juga memberikan dampak pada bentukan arsitektur yang tercipta. Suatu isu dalam suatu masyarakat dapat menjadi suatu latar belakang dalam bentukan arsitektur yang terjadi. Dalam kedepannya kita diharapkan dapat mengungkapkan isu apa saja yang telah melatarbelakangi suatu bentukan dalam arsitektur. Hal ini dilakukan karena peristiwa materialisasi tidak banyak berperan dari pada peristiwa penandaan ataupun penyimbolan.
Penandaan ini merupakan suatu isu dari masyarakat yang sejak dahulu sudah ada atau disebut juga dengan isu kontemporer. Isu ini merupakan suatu isu yang umumnya muncul dari pernyataan masyarakat dan bukan dari arsitek. Salah satu isu kontemporer yang dikupas disini adalah ”isu simbol” yang merupakan suatu bentuk yang mewakili bentukan yang lain. Simbol disini dimaksudkan pemaknaan dari suatu benda, konsep, atau peristiwa yang membawa dampak pada bentukan arsitektur. Ada berbagai macam cara dalam melihat isu simbol dari bentukan arsitektur. Misalkan dengan meminjam pengetahuan bahasa. Lalu mencoba menganalogikannya ke dalam arsitektur, dimana sebagian sebagian besar telaah ini kadang lebih banyak berbicara tentang ilmu bahasa itu sendiri dari pada membahas pengetahuan arsitektur.
Telaah disini adalah mencoba mengaitkan simbol dengan klasifikasi. Klasifikasi sendiri adalah suatu cara sistematis yang mengelompokkan sesuatu ke dalam suatu kelas-kelas. Klasifikasi digunakan sebagai alat untuk membaca simbol yang melekat dalam bentukan arsitektur. Sehingga cara melihat ini diharapkan akan lebih fokus pada pengetahuan tentang bentukan arsitektur itu sendiri.
Materialisasi simbol
Pada zaman purba manusia purba menggunakan gua sebagai tempat berlindung baik dari hujan, badai maupun binatang buas. Ketika manusia purba menemukan gua sebagai tempat berlindung mereka menggunakan komunikasi lisan dan juga komunikasi visual. Melalui komunikasi visual inilah suatu tanda tercipta dan pada akhirnya menjadi sebuah ”icon”. Pada akhirnya manusia mulai mengenal methapor, sehingga icon tersebut menjadi sebuah simbol. Simbol timbul dari suatu tatanan akan tanda. Suatu sistem tanda, berasal dari keinginan kuat manusia untuk melakukan sebuah komunikasi di dalam lingkungannya.
Berdasarkan pada dampak yang timbul dari bentukan yang terjadi, kita dapat melakukan penelusuran kembali mengenai isu simbol yang dominan dan mempengaruhi terjadinya sebuah bentukan tersebut. Selain sebagai kebutuhan akan suatu kegunaan hasil karya arsitektur juga dapat merupakan suatu alat komunikasi. Jika percakapan menggunakan bahasa lisan, hasil karya arsitektur juga merupakan bahasa yang berupa bahasa bentuk.
Jenis konstruk simbol
Makna dari suatu simbol, dapat dilihat berdasarkan jenis ”construct” atau gagasan yang mendasari timbulnya simbol tersebut. Cara yang dilakukan disini adalah dengan membuat klasifikasi, mengamari bentukan yang terjadi, kemudian menguraikan isu simbol apa yang melatarbelakangi bentukan tersebut. Berikut ini diuraikan beberapa isu simbol yang mewakili pokok-pokok seperti : pertama, bentukan fisik, kedua, konsepsi, ketiga, peristiwa.
Pertama, simbol yang mewakili bentukan fisik. Penggunaan pohon beringin pada alun-alun kota di pulau jawa, dilatar belakangi olehbentuk fisik dari puhon itu sendiri yang seolah-olah berupa payng besar untuk berteduh dan dianggap sebagai pengayom. Sehingga bangunan pemerintahan yang biasanya berada di sekitar alun-alun dianggap dapat mengayomi masyarakatnya.
Kedua, simbol yang mewakili suatu konsep. Bentukan kampung dan kota tradisional di Indonesia, umumnya dipengaruhi oleh simbol konsepsi makna arah yang sangat disakralkan. Sedangkan tata bangunan tradisional umumnya dipengaruhi oleh ”simbol konsepsi modul sakral” dimana aturan hitungan dan hirarki dapat terbaca jelas pada bentukan bangunan rumah kudus. Menurut buku Arsitektur Tradisional Rumah Adat Kudus, rumah tersebut berbentuk "Joglo Pencu" yang berdiri di atas landasan lima trap yang disebut sebagai "bancik kapisan" (trap terbawah), lalu bancik kapindo, bancik katelu, jogan jogo satru (ruang lantai depan) dan jogan lebet (trap lantai ruang dalam). Maksudnya adalah agar pemilik rumah selalu taat melakukan lima rukun Islam.
Adapun kerangka bangunan terdiri dari Soko Guru berupa empat tiang utama (sebagai bagian dari Joglo) dan Soko Geder (satu tiang). Diatas soko guru terdapat pengeret tumpang songo/tumpang sembilan (tidak harus sembilan, bisa juga hanya tumpang telu (tumpang tiga), disesuaikan dengan kemampuan pemilik rumah) sebagai tumpuan konstruksi atapnya. Konstruksi atap rumah adat menunjukkan tingkat ekonomi dari pemiliknya, karena biaya pembuatan atap adalah paling mahal daripada bagian rumah lainnya. Biaya mahal tersebut disebabkan karena kesempurnaan motif-motifnya dan gaya ukirannya serta faktor kesulitan dalam pembuatannya.
Atap model pencunya, dahulunya dibuat dari rumbia (semacam daun palem) tetapi kemudian lebih banyak dibuat dari genteng. Genteng Kudus sering mempunyai motif khusus tumbuh-tumbuhan, dan terdapat model genteng gajah (dengan ornamen gajah) di atas wuwungan (bagian paling atas dari genting) dan genteng raja yang bercorak sangat indah.
Ruang dalam (jogan lebet) terdiri dari beberapa ruang seperti ruang keluarga terletak tepat di bawah joglo, kemudian kamar-kamar untuk tidur dan gedongan sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka dan kekayaan. Gedongan terletak di antara ruang dalam dan pawon (dapur) yang berada di samping kiri atau kanan rumah. Pawon ini selain untuk kegiatan memasak dan ruang makan, juga dimanfaatkan untuk tempat kegiatan keluarga, seperti pembuatan produk konveksi dan industri rumah tangga lainnya. Di sebelah depan pawon ini tepatnya di bagian tepi halaman terdapat sumur lengkap dengan kamar mandi.
Pintu-pintu pada rumah adat Kudus ada beberapa tipe. Ada yang terdiri dari satu daun pintu, dua daun pintu dan pintu sorong. Satu daun pintu kebanyakan untuk di dapur (pawon) , dua daun pintu untuk di gebyok dan pintu sorong ada di depan.
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa rumah adat Kudus selalu dibangun menghadap ke arah Selatan yang konon penuh dengan perlambang filosofi dalam membangun rumah tinggal dan berdasarkan perhitungan rasional hukum alam (falak).
Ketiga, simbol peristiwa. Pada simbol yang dilatar belakangi oleh suatu peristiwa dapat di telusuri lewat terciptanya tipe bangunan seperti ’duck & decorated shed’ yang merupakan daya tarik Las Vegas. Terciptanya tipe bangunan ini dilatarbelakangi isu peristiwa kontemporer mengenai ”kebebasan peraturan”.
Kuantitas simbol
Bentukan arsitektur yang tercipta dapat saja menyandang hanya satu simbol atau bahkan banyak simbol di dalamnya. Pertama, bentukan dengan satu simbol yaitu terciptanya pagar yang dilatar belakangi oleh isu simbol yang merupakan batasan. Setiap individu ataupun suatu kelompok selalu berusaha menciptakan batas pada aktivitasnya.
Kedua, bentukan dengan dua simbol yaitu gerbang. Karena gerbang dilatar belakangi oleh isu dari simbol batasan dan juga enterance. Selain sebagai batas dari wilayah tertentu gerbang juga dimaksudkan sebagai area ”selamat datang” atau sebagai tempat mobilitas pengunjung.
Ketiga, bentukan dengan multi simbol seperti bentuk dari keraton solo dan rumah adat kudus, yang memiliki berbagai macam simbol mulai dari pagar, penataan ruang, jumlah tiang, bentuk atap, tata letak bangunan, arah hadap bangunan, dan lain sebagainya.
Kualitas simbol
Isu simbol tidak selalu membawa dampak positif bagi bentukan arsitektur yang terjadi. Kualitas isu simbol dapat juga menimbulkan dampak yang negatif bagi bentukan arsitektur yang terjadi. Hal ini disebabkan isu simbol palsu, yang justru membawa dampak negatif pada bentukan arsitektur. Terciptannya bangunan-bangunan dengan atap gedung sate di jawa barat, dimana fungsinya dapat bermacam-macam, atau bangunan-bangunan dengan atap joglo di jawa tengah, dilatar belakangi oleh isu ”simbol peristiwa adanya konstruksi”. Isu ini juga membawa dampak negatif pada bentukan arsitektur yaitu kecenderungan univalensi atau uniformisasi.
Karya arsitektur merupakan suatu cipta manusia dari suatu kebutuhan ruang untuk mewadahi aktivitas dalam kehidupan. Sehingga tiap perubahan dalam tatanan masyarakat juga memberikan dampak pada bentukan arsitektur yang tercipta. Suatu isu dalam suatu masyarakat dapat menjadi suatu latar belakang dalam bentukan arsitektur yang terjadi. Dalam kedepannya kita diharapkan dapat mengungkapkan isu apa saja yang telah melatarbelakangi suatu bentukan dalam arsitektur. Hal ini dilakukan karena peristiwa materialisasi tidak banyak berperan dari pada peristiwa penandaan ataupun penyimbolan.
Penandaan ini merupakan suatu isu dari masyarakat yang sejak dahulu sudah ada atau disebut juga dengan isu kontemporer. Isu ini merupakan suatu isu yang umumnya muncul dari pernyataan masyarakat dan bukan dari arsitek. Salah satu isu kontemporer yang dikupas disini adalah ”isu simbol” yang merupakan suatu bentuk yang mewakili bentukan yang lain. Simbol disini dimaksudkan pemaknaan dari suatu benda, konsep, atau peristiwa yang membawa dampak pada bentukan arsitektur. Ada berbagai macam cara dalam melihat isu simbol dari bentukan arsitektur. Misalkan dengan meminjam pengetahuan bahasa. Lalu mencoba menganalogikannya ke dalam arsitektur, dimana sebagian sebagian besar telaah ini kadang lebih banyak berbicara tentang ilmu bahasa itu sendiri dari pada membahas pengetahuan arsitektur.
Telaah disini adalah mencoba mengaitkan simbol dengan klasifikasi. Klasifikasi sendiri adalah suatu cara sistematis yang mengelompokkan sesuatu ke dalam suatu kelas-kelas. Klasifikasi digunakan sebagai alat untuk membaca simbol yang melekat dalam bentukan arsitektur. Sehingga cara melihat ini diharapkan akan lebih fokus pada pengetahuan tentang bentukan arsitektur itu sendiri.
Materialisasi simbol
Pada zaman purba manusia purba menggunakan gua sebagai tempat berlindung baik dari hujan, badai maupun binatang buas. Ketika manusia purba menemukan gua sebagai tempat berlindung mereka menggunakan komunikasi lisan dan juga komunikasi visual. Melalui komunikasi visual inilah suatu tanda tercipta dan pada akhirnya menjadi sebuah ”icon”. Pada akhirnya manusia mulai mengenal methapor, sehingga icon tersebut menjadi sebuah simbol. Simbol timbul dari suatu tatanan akan tanda. Suatu sistem tanda, berasal dari keinginan kuat manusia untuk melakukan sebuah komunikasi di dalam lingkungannya.
Berdasarkan pada dampak yang timbul dari bentukan yang terjadi, kita dapat melakukan penelusuran kembali mengenai isu simbol yang dominan dan mempengaruhi terjadinya sebuah bentukan tersebut. Selain sebagai kebutuhan akan suatu kegunaan hasil karya arsitektur juga dapat merupakan suatu alat komunikasi. Jika percakapan menggunakan bahasa lisan, hasil karya arsitektur juga merupakan bahasa yang berupa bahasa bentuk.
Jenis konstruk simbol
Makna dari suatu simbol, dapat dilihat berdasarkan jenis ”construct” atau gagasan yang mendasari timbulnya simbol tersebut. Cara yang dilakukan disini adalah dengan membuat klasifikasi, mengamari bentukan yang terjadi, kemudian menguraikan isu simbol apa yang melatarbelakangi bentukan tersebut. Berikut ini diuraikan beberapa isu simbol yang mewakili pokok-pokok seperti : pertama, bentukan fisik, kedua, konsepsi, ketiga, peristiwa.
Pertama, simbol yang mewakili bentukan fisik. Penggunaan pohon beringin pada alun-alun kota di pulau jawa, dilatar belakangi olehbentuk fisik dari puhon itu sendiri yang seolah-olah berupa payng besar untuk berteduh dan dianggap sebagai pengayom. Sehingga bangunan pemerintahan yang biasanya berada di sekitar alun-alun dianggap dapat mengayomi masyarakatnya.
Kedua, simbol yang mewakili suatu konsep. Bentukan kampung dan kota tradisional di Indonesia, umumnya dipengaruhi oleh simbol konsepsi makna arah yang sangat disakralkan. Sedangkan tata bangunan tradisional umumnya dipengaruhi oleh ”simbol konsepsi modul sakral” dimana aturan hitungan dan hirarki dapat terbaca jelas pada bentukan bangunan rumah kudus. Menurut buku Arsitektur Tradisional Rumah Adat Kudus, rumah tersebut berbentuk "Joglo Pencu" yang berdiri di atas landasan lima trap yang disebut sebagai "bancik kapisan" (trap terbawah), lalu bancik kapindo, bancik katelu, jogan jogo satru (ruang lantai depan) dan jogan lebet (trap lantai ruang dalam). Maksudnya adalah agar pemilik rumah selalu taat melakukan lima rukun Islam.
Adapun kerangka bangunan terdiri dari Soko Guru berupa empat tiang utama (sebagai bagian dari Joglo) dan Soko Geder (satu tiang). Diatas soko guru terdapat pengeret tumpang songo/tumpang sembilan (tidak harus sembilan, bisa juga hanya tumpang telu (tumpang tiga), disesuaikan dengan kemampuan pemilik rumah) sebagai tumpuan konstruksi atapnya. Konstruksi atap rumah adat menunjukkan tingkat ekonomi dari pemiliknya, karena biaya pembuatan atap adalah paling mahal daripada bagian rumah lainnya. Biaya mahal tersebut disebabkan karena kesempurnaan motif-motifnya dan gaya ukirannya serta faktor kesulitan dalam pembuatannya.
Atap model pencunya, dahulunya dibuat dari rumbia (semacam daun palem) tetapi kemudian lebih banyak dibuat dari genteng. Genteng Kudus sering mempunyai motif khusus tumbuh-tumbuhan, dan terdapat model genteng gajah (dengan ornamen gajah) di atas wuwungan (bagian paling atas dari genting) dan genteng raja yang bercorak sangat indah.
Ruang dalam (jogan lebet) terdiri dari beberapa ruang seperti ruang keluarga terletak tepat di bawah joglo, kemudian kamar-kamar untuk tidur dan gedongan sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka dan kekayaan. Gedongan terletak di antara ruang dalam dan pawon (dapur) yang berada di samping kiri atau kanan rumah. Pawon ini selain untuk kegiatan memasak dan ruang makan, juga dimanfaatkan untuk tempat kegiatan keluarga, seperti pembuatan produk konveksi dan industri rumah tangga lainnya. Di sebelah depan pawon ini tepatnya di bagian tepi halaman terdapat sumur lengkap dengan kamar mandi.
Pintu-pintu pada rumah adat Kudus ada beberapa tipe. Ada yang terdiri dari satu daun pintu, dua daun pintu dan pintu sorong. Satu daun pintu kebanyakan untuk di dapur (pawon) , dua daun pintu untuk di gebyok dan pintu sorong ada di depan.
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa rumah adat Kudus selalu dibangun menghadap ke arah Selatan yang konon penuh dengan perlambang filosofi dalam membangun rumah tinggal dan berdasarkan perhitungan rasional hukum alam (falak).
Ketiga, simbol peristiwa. Pada simbol yang dilatar belakangi oleh suatu peristiwa dapat di telusuri lewat terciptanya tipe bangunan seperti ’duck & decorated shed’ yang merupakan daya tarik Las Vegas. Terciptanya tipe bangunan ini dilatarbelakangi isu peristiwa kontemporer mengenai ”kebebasan peraturan”.
Kuantitas simbol
Bentukan arsitektur yang tercipta dapat saja menyandang hanya satu simbol atau bahkan banyak simbol di dalamnya. Pertama, bentukan dengan satu simbol yaitu terciptanya pagar yang dilatar belakangi oleh isu simbol yang merupakan batasan. Setiap individu ataupun suatu kelompok selalu berusaha menciptakan batas pada aktivitasnya.
Kedua, bentukan dengan dua simbol yaitu gerbang. Karena gerbang dilatar belakangi oleh isu dari simbol batasan dan juga enterance. Selain sebagai batas dari wilayah tertentu gerbang juga dimaksudkan sebagai area ”selamat datang” atau sebagai tempat mobilitas pengunjung.
Ketiga, bentukan dengan multi simbol seperti bentuk dari keraton solo dan rumah adat kudus, yang memiliki berbagai macam simbol mulai dari pagar, penataan ruang, jumlah tiang, bentuk atap, tata letak bangunan, arah hadap bangunan, dan lain sebagainya.
Kualitas simbol
Isu simbol tidak selalu membawa dampak positif bagi bentukan arsitektur yang terjadi. Kualitas isu simbol dapat juga menimbulkan dampak yang negatif bagi bentukan arsitektur yang terjadi. Hal ini disebabkan isu simbol palsu, yang justru membawa dampak negatif pada bentukan arsitektur. Terciptannya bangunan-bangunan dengan atap gedung sate di jawa barat, dimana fungsinya dapat bermacam-macam, atau bangunan-bangunan dengan atap joglo di jawa tengah, dilatar belakangi oleh isu ”simbol peristiwa adanya konstruksi”. Isu ini juga membawa dampak negatif pada bentukan arsitektur yaitu kecenderungan univalensi atau uniformisasi.
0 komentar:
Post a Comment